
Tentang rindu dan kehilangan arah dalam zikir sunyi
Wahai Cahaya Yang Tiada Padam, di lorong-lorong batin yang tak berbatas, aku tersesat bukan karena gelap, melainkan karena silau dunia yang memalsukan terang. Telah kupanggul langit yang remuk dalam dada, lalu kusandarkan rindu di pundak sepi, aku mencarimu di antara riuh yang tak menyebut nama-Mu, di tengah waktu yang menjauh dari makna.
Aku, debu yang ditiupkan dari gugusan takdir, pernah merasa menjadi pusat segala, hingga akhirnya kutemukan: tak ada puncak selain Engkau. Maafkan aku, Wahai Penjaga Segala Yang Tersembunyi, telah lama kutunda sujud, sementara jiwaku menjerit dalam sunyi, seperti padang tandus merindukan hujan ilahi.
Apa artinya arah, bila tak kutautkan pada-Mu? Apa makna hidup, bila tak kutanamkan dalam ladang cinta-Mu? Aku datang bukan membawa kebaikan, hanya luka-luka dari perjalanan menjauh, namun Engkau tak pernah menutup pintu malam bagi pejalan pulang.
Tuhanku, aku bukan siapa-siapa yang berpura-pura tahu segalanya, aku hanya anak dari keterasingan, yang menangis di rahim kefanaan. Ampunilah aku yang lebih sering mencari dunia daripada mencari-Mu, yang lupa bahwa Engkau bukan sekadar tujuan, tapi jua rumah, pangkuan abadi, dan asal mula segala tangis yang mencari damai.
Wahai Maha Segala, tak kupinta dunia atau surga, cukup Engkau bersedia menatap jiwaku, dan berkata: “Aku tahu, engkau akhirnya pulang.”
Memberi yang terbaik untuk yang terbaik, Marilmu Dot Marepeng - Semua dimulai dari 1 dan semua tentang pilihan anda.
Ahmad ismail al malik