
Tentang sosok yang menutup telinga dari bisik hati
Wahai perempuan, apakah kau dengar bisik-bisik hati yang kuukir dalam ruang jiwa? Aku telah mengulang kata-kata itu, seperti gelombang yang tak pernah lelah mengikis karang, tapi hanya sunyi yang membalasnya. Aku mengalah bukan karena aku salah, melainkan karena cinta ini terlalu berat untuk terus digenggam dengan kata “aku”. Apakah aku pantas kau tinggalkan? Di antara tetesan darah dan keringat yang membasahi jalan sunyiku, aku tetap berdiri, menunggu, seperti pepohonan yang menunggu hujan, meski angin membawamu pergi.
Hidup kita pahit, getir, namun luka bukan alasan bagi perpisahan. Namun kau memilih dunia lain, yang lebih bersinar, lebih ringan mengangkatmu dari aku yang memanggul beban nama cinta. Sakitku bukan hanya kehilanganmu, tapi menyaksikan kau berpaling, kepada mereka yang memandang dengan mata tanpa luka, mereka yang tak tahu arti peluh di keningku.
Aku bukan pilihan termudah, bukan pula yang paling gemilang, tapi aku adalah rumah yang kau tinggalkan, dan aku merindukan kehangatan yang dulu pernah ada. Kini aku berdiri sendiri, menjaga luka yang tak pernah diam, belajar bahwa cinta yang sejati kadang berakhir dalam keheningan.
Aku tahu, mungkin aku tak pernah pantas, atau mungkin kita memang bukan untuk selamanya. Namun aku tak akan berhenti bertanya pada bayangmu, apakah cinta kita pernah lebih dari sekadar rasa takut kehilangan?
Memberi yang terbaik untuk yang terbaik, Marilmu Dot Marepeng - Semua dimulai dari 1 dan semua tentang pilihan anda.
Ahmad ismail al malik