Di dunia yang terus bicara, hanya yang diam yangkan abadi.
Di persimpangan sunyi tempat jiwa bertanya, aku melihat seorang lelaki— bukan tubuhnya yang menggangguku, melainkan bayangan yang ia paksa tumbuh lebih tinggi dari cahaya dirinya sendiri. Ia berjalan, atau mungkin mengambang, di atas nama yang belum ia mengerti. berkhotbah dengan dada kosong tentang keagungan yang belum sempat ia lahirkan.
Ia ingin dikenal, seperti patung yang merindukan jentik mata manusia. Namun, siapa yang mengenal api jika semua yang disentuhnya terbakar, Ia bicara tentang hebat, tapi lupa bahwa langit tak pernah bersuara saat membungkus bumi dengan cahaya. Ia mencaci pelan-pelan hatinya sendiri dengan kata-kata yang ia banggakan, tanpa sadar: yang ia injak adalah reruntuhan dari empati yang ia tinggalkan.
Barangkali ia tak goblok, hanya haus dalam cara yang salah. Barangkali ia tak jahat, hanya terkurung di balik kaca matanya sendiri, tempat dunia selalu menjadi cermin bagi keagungan semu yang ia damba. Ah, lelaki itu, ia menari di panggung yang ia bangun dari kesepian, menyulap sorotan menjadi pelarian, tak pernah benar-benar hadir dalam peluk siapa pun yang mencintainya diam-diam.
Dan aku, yang melihat dari jendela sunyi, bertanya: apa gunanya menjadi dikenal, jika tak seorang pun mengenal dirimu yang paling sunyi, burung yang mengepakkan sayap demi dilihat akan lelah sebelum sampai ke sarang.
Memberi yang terbaik untuk yang terbaik, Marilmu Dot Marepeng - Semua dimulai dari 1 dan semua tentang pilihan anda.
Ahmad ismail al malik
