
Tentang kesenangan
Aku tak mencari mahkota di kepala raja, tak tergetar oleh gemerlap kota yang bising doa palsu. Yang kutatap adalah tangan—kasar oleh tanah, sunyi oleh musim, namun bening oleh harapan. Lihatlah, petani itu, tak banyak bicara, tapi setiap cangkulnya adalah ayat, setiap benih yang ia tanam adalah doa yang tak perlu dibisikkan ke langit, karena ia telah menyatu dengan bumi.
Kebun adalah kitab yang tak ditulis tinta, tapi harum—oleh kesabaran dan hujan. Di sana, waktu tidak berlari, ia bertunas, tumbuh, gugur, dan kembali. Dan aku, berdiri dalam senyum sederhana itu, seperti seseorang yang mendengar lagu yang pernah hilang di dalam dirinya sendiri. Adakah yang lebih jernih dari wajah seorang yang senang melihat yang lain senang, Ia tak menggenggam dunia—ia membiarkannya mengalir, seperti mata air di hati pegunungan, yang tak pernah tahu siapa yang meminumnya, namun tetap mengalir dengan cinta yang tak menuntut nama.
Kadang aku iri pada mereka yang menanam: mereka tak sibuk mencari makna hidup, karena mereka telah menjadi makna itu sendiri. Dalam peluh yang jatuh di ladang, dalam senyum yang tak disusun oleh logika, dalam keberadaan yang sunyi tapi penuh. Apakah hidup bukan sekadar menjadi ladang bagi kebahagiaan orang lain, Dan apakah kebahagiaan bukan sekadar melihat bunga mekar tanpa menuntut ia menjadi milikmu.
Aku, barangkali tak menanam padi, tak mencangkul tanah, tapi aku ingin belajar bagaimana cara menanam diri di dalam ketulusan yang tumbuh sunyi, dan memanen makna dari senyuman orang lain.
Memberi yang terbaik untuk yang terbaik, Marilmu Dot Marepeng - Semua dimulai dari 1 dan semua tentang pilihan anda.
Ahmad ismail al malik